Rabu, 24 November 2010

Hardcore Mahasiswa yang Indonesia


12906484091191004605
Mahasiswa menyandang predikat sebagai Agent of Change, Agent of Control, dan Iron Stock. Peranan mahasiswa dalam mengawal Indonesia yang demokratis memang tidak terbantahkan. Sebagai pewaris bangsa dan negara, mahasiswa selalu menjadi yang terdepan dalam hal berkoar-koar menentang kebijakan pemerintah yang dianggap nyeleweng.
Sejak peristiwa reformasi 1998, sebaiknya kita merenungkan kembali asas pendidikan nasional yang tercantum dalam logo Departemen Pendidikan Nasional, yaitu “Tut Wuri Handayani.” Tentu semoyan tersebut mempunyai relevansi dalam nyawa pendidikan Indonesia. Menurut Prof. H.A.R Tilaar, Tut Wuri Handayani merupakan prinsip dari pedagogik libertarian, yaitu menggugah kesadaran mahasiswa untuk dapat memilih dan bertanggung jawab terhadap perkembangan pribadi maupun dalam mewujudkan tujuan bersama dari kehidupan berbangsa dan bertanah air.
Sebagai remaja – juga mahasiswa, saya merasakan sendiri dentuman akibat dari lahirnya Aufklärung (pencerahan) – biasa diterjemahkan sebagai enlightenment project (proyek pencerahan) – di Benua Amerika sejak abad ke-17 sampai pertengahan abad ke-19. Aufklärung mencetak manusia dengan “bumbu” yang modern. Manusia yang mengidam-idamkan avonturisme, kekuasaan, pertumbuhan, dan transformasi duniawi. Realita seperti ini juga telah ‘membungkam’ frame of thingking mahasiswa. Dan selanjutnya mahasiswa akan digiring ke dalam culture of banatly (budaya kedangkalan) di mana segala informasi yang mereka terima langsung dicerna mentah-mentah, tanpa diproses, diverifikasi, dan didalami dengan logika kerja pikiran.
Yang terlihat saat ini, menurut Abdul Razak, mahasiswa tidak lagi ‘menyentuh’ literatur atau bacaan sebagai frame of reference mereka. Melainkan opinion leader, yaitu orang yang dianggap mewakili suatu kompetensi tertentu. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Prof. Komaruddin Hidayat, menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh budaya baca-tulis di Indonesia yang belum mapan. Indonesia terlalu akrab dengan tradisi lisan dan orasi. Di saat budaya baca-tulis masih lemah, Indonesia sudah diserang dengan berbagai produk elektronik dengan visualisasi yang lebih menarik. Maka, dari budaya orasi dan lisan, kita langsung melompat masuk ke budaya menonton. Sehingga mahasiswa – termasuk masyarakat – lndonesia tidak terbentuk sebagai reading society (masyarakat baca).
 
Virus Hedonisme
Hedonisme memiliki pengertian sebagai suatu kesenangan terhadap hal-hal yang bersifat temporarry (sementara), sehingga orang terjebak untuk tidak mampu bersikap sabar dan gagal membangun asketisme. Dewasa ini mahasiswa – termasuk saya pribadi – lebih “mencintai” tayangan dan hal-hal yang bersifat entertainment, gosip, jingkrak-jingkrak menyaksikan konser musik rock, dan hal-hal yang melemahkan mereka dalam membangun kepribadian mereka sendiri.
Gaya hidup hedonis yang melekat pada mahasiswa terbukti berhasil melonggarkan pertalian pendidikan sebagi bagian dari kebudayaan. Mungkin rasa we felling atau rasa “kekitaan” yang dikumandangkan Benedict Anderson sebagai rasa nasionalisme di dalam suatu imagined community (masyarakat yang diimajinasikan) sedang sekarat dibenak mahasiswa. Pancasila pun sudah jarang menjadi jargon mahasiswa untuk ditelaah, dikaji, apalagi menjalankan nilai-nilai luhur Pancasila. Seharusnya mahasiswa Indonesia mampu berpendidikan ditengah-tengah tradisi tanpa harus bersikap tradisional. Dengan hardcore lokal, mahasiswa akan lebih mampu menembus barikade keilmuan menuju intelektualitas yang global.
Selain mendiskreditkan kebudayaan, virus hedonisme juga telah memangkas makna tri dharma perguruan tinggi yang mengacu pada tiga aspek pengetahuan menurut Perkins, yaitu aquicition, transmission, dan application. Mahasiswa seharusnya familiar dan bergaul dengan penjelajahan pemikiran dan intelektual yang interdisipliner. Namun, realita yang ada sangat bertolak belakang dari seharusnya. Mahasiswa ogah “mengunyah” tulisan-tulisan Lenin, Jean-Jacques Rousseau, Karl Marx, Plato, Aristoteles, Hanafi, Fajrul Rahman, Cak Nur, Tilaar, dan Gus Dur. Mahasiswa sekarang lebih menyukai musik pop daripada musik gamelan, lebih cinta Jeans daripada batik, dan masih banyak lagi hardcore mahasiswa Indonesia yang tidak “Indonesia.”
Gejala hedonisme sudah “melahap” hampir seluruh mahasiswa diperkotaan dan daerah-daerah. Hedonisme juga telah mengerutkan kapasitas moral mahasiswa. Mungkin mahasiswa yang benar-benar “Indonesia” sudah punah di dekade 90-an? Atau mereka belum menyadari bahwa pusat lahirnya peradaban dunia adalah Indonesia? Prof. Arysio dalam bukunya, Atlantis; The Lost Continent Finally Found – saya baru baca separuh – menyuguhkan informasi tentang kebenaran bahwa Atlantis adalah Indonesia, Negara kita. Adalah tugas mahasiswa – termasuk saya – untuk mengulang peradaban Eden, nenek moyang kita. Sekaligus sebagai pewaris tunggal nusantara. Kenapa kita harus memakai “baju” orang barat kalau kita memiliki “baju” sendiri?
 
Tut Wuri Handayani
Pedagogik libertarian yang “diracik” Prof. H.A.R Tilaar merupakan prinsip yang “fitrah” dari asas pendidikan kita, Tut Wuri Handayani. Sehingga posisi pendidik sebagai pembimbing – yang selalu didepan – akan bergeser menjadi pendorong dari belakang, yaitu Tut Wuri Handayani itu sendiri.
Pendidikan tinggi yang digerakkan mahasiswa, menurut pandangan oppositional pedagogy tulisan Gregory Jay dan Gerald Graft, A Critique of Critical Pedagogy – yang saya kutip dari buku Prof. H.A.R Tilaar – menyatakan bahwa pendidikan tinggi mengusung harapan yang besar untuk menghasilkan manusia-manusia – maksudnya mahasiswa – Indonesia yang dapat berdiri sendiri, yang tidak dapat dihanyutkan tanpa arah oleh arus globalisasi atau kepentingan-kepentingan korporasi internasional.
Sudah saatnya mahasiswa Indonesia “ngaji” Pancasila dan Tut Wuri Handayani serta memosisikan pendidikan didalam tradisi, tanpa harus berpandangan tradisional. Salah satu dari prinsip inside out yang ditawarkan Prof. H.A.R Tilaar mungkin wajib ditanamkan dalam jiwa mahasiswa Indonesia sekarang juga, yaitu proses belajar yang dialogis dengan menggunakan prinsip Tut Wuri Handayani yang mencakup tiga wilayah garapan; life sciences, natural sciences & technoloy, dan information sciences. Ketiga “lahan” garapan tersebut akan subur jika generasi mudanya mampu mengelola dengan baik. Namun “lahan” garapan tersebut akan puso apabila generasi penerusnya tidak mampu mengolah dengan baik. Dengan demikian, hardcore mahasiswa Indonesia yang Indonesia akan lahir.

Sumber :  http://sosbud.kompasiana.com/2010/11/25/hardcore-mahasiswa-yang-indonesia/

Selasa, 23 November 2010

KONSEPSI ILMU BUDAYA DASAR

A. PENDEKATAN KESUSASTRAAN

IBD adalah salah satu usaha mengembangkan kepribadian mahasiswa dwngan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai – nilai budaya. Yang semulanya IBD berasal dari bahasa inggris The Humanities, yaitu istilah latin humanus, yang berati manusiawi, berbudaya, dan halus. Agar orang tersebut dapat mempelajarinya lebih dari itu.
Sastra juga didukung oleh cerita. Dengan cerita orang akan lebiyh mudah tertarik, dan dengan cerita orang lebih mudah mengemukakan gagasan – gagasannya dalam bentuk yang tidak normative. Akan tetapi dalam bentuk musik misalnya, kata – kata penciptanya yang tertelan oleh melodinya.

B. ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGANKAN DENGAN PROSA

Istilah prosa banyak pandanannya. Dalam bahasa Indonesia istilah prosa tadi sering kita terjemahkan menjadi cerita rekaan dan didefinisikan menjadi bentuk serita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, yaitu roman, atau novel, atau cerpen.
Contohnya prosa lama dan prosa baru yang kesusastraannya dari dalam Indonesia.

· Prosa lama meliputi:
1. Fabel.
2. Legenda.
3. Cerita rakyat (fokslore).
4. Tambo.
5. Cerita pelipur lara.

· Prosa baru meliputi:
1. Roman.
2. Riwayat.
3. Antologi.
4. Resensi.
5. Kritik.

C. NILAI – NILAI DALAM PROSA FIKSI
Adapun nilai – nilai yang diperolah pembaca lewat sastra antara lain:
1. Prosa fiksi menyampaikan kesenangan.
2. Prosa fiksi menyampaikan pemberitahuan.
3. Prosa fiksi menyampaikan peninggalan kultural.
4. Prosa fiksi menyampaikan keseimbangan pengetahuan.

Berkenaan dengan moral, karya sastra dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Karya sastra yang mengatakan aspirasi zamannya untuk mengajak si pembaca mengikuti apa yang akan dikehendaki zamannya.
2. Karya sastra yang bernapaskan gejolak zamannya.

D. ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PUISI
Puisi termasuk seni sastra, yang kepuitisan, keartistikan, atau keestetikaan bahasa puisi disebabkan oleh keatifitas penyair dalam membangun puisinya dengan menggunakan, yaitu:

1. Figura bahasa seperti penjelmaan, kiasan, perbandingan, dan alegori, yang menjadikan puisi tersebut menjadi menarik.
2. kata – kata yang bermakna ambiquitas.
3. kata – kata yang bejiwa yaitu kata – kata yang pengalamannya dari jiwa penyair sehinnga terasa hidup.
4. kata – kata yang bersifat konotatif.
Adapun alasan – alasan yang mendasari penyair puisi pada perkuliahan Ilmu Budaya Dasar, yaitu:
1. Hubungan manusia dengan pengalaman hidup manusia;
Puisi memiliki kekuatan tersendiri untuk memperluas pengalaman hidup aktual dengan jalan mengatur dan mensintesekannya. Puisi juga mampu menghubungkan pengalaman hidup sendiri dengan pengalam yang dituangkan penyair kedalam puisinya.

2. Puisi dengan keinsyafan;
Puisi yang mengajak mahasiswa untuk menjenguk hati/pikiran manusia, karena puisi bisanya mampu menyentuh sisi-sisi yang mengenai perihal :
- Topeng yang dipakai manusia dalam dunia nyata
- Berbagai peran yang diperankan orang dalam dalam menampilkan dirinya di dunia atau lingkungan masyarakat.

3. Puisi dan keinsyafan sosial.
Puisi juga memberikan pengetahuan kepada manusia/makhluk sosial yang terlibat issue dan permasalahan sosial. Secara imajinatif puisi lewat penafsiran tentang situasi dasar kondisi manusia sosial.

4. Puisi Dan Nilai-Nilai
Dalam bahasa puisi banyak sajian nilai-nilai ( value ) yang bermanfaat bagi lingkungan hidupnya. Kita akan mendapatkan laki-laki atau perempuan yang telah siap terhadap terhadap moral dan etika yang telah menjadi pilihannya.


Contoh puisi :
"WANITA"
Wanita bagai bunga...
Wanita bagai lukisan para bangsawan...
Wanita itu indah....


Hati wanita adalah misteri...
Penuh dinding kesucian...
Terkadang lembut selembut sutera...
Terkadang tajam setajam setajam belati...


Wanita...
Ku temui arti kedewasaan dalam hatimu...
Kutemui arti kehidupan dalam dirimu...


karya:Suhanda
 
Sumber : elearning.gunadarma.ac.id

Manusia dan Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia. Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekwensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda.

Manusia merupakan mahluk individual (pribadi), manusia juga mahluh sosial (berkmasyarakat) dan manusia juga merupakan mahluk pengabdi dalam batasan seorang hamba (religi) artinya adalah manusia itu sendiri sebagai mahluk tuhan. Jika ditinjau dari definisi manusia dari aspek tersebut diatas maka tidak akan terlepas peranan manusia di dunia ini yang mencakup ketiganya secara sederhana namun kompleks. Sehingga dari pernyataan dan definesi tersebutlah dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahluk pembelajar. 

MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB
Manusia itu berjuang adalah memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak lain. Untuk itu ia menghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alam. Dalam usahanya itu manusia juga menyadari bahwa ada kekuatan lain yang ikut menentukan, yaitu kekuasaan Tuhan. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya, atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis tanggung jawab, yaitu

1. Tanggung jawab terhadap diri sendiri

Tanggung jawab terhadap diri sendiri menentukan kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa memevahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendiri menurur sifat dasarnya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga pribadi. Karena merupakan seorang pribasi maka manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, berangan-angan sendiri. Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak. Dalam hal ini manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan, baik yang sengaja maupun yang tidak.

2. Tanggung jawab terhadap keluarga

Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami, ister, ayah, ibu anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarga. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan dan kehidupan.

3. Tanggung jawab terhadap masyarakat

Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain. Sehingga dengan demikian manusia disini merupakan anggota masyarakat yang tentunya
Ilmu Budaya Dasar – ATA 07/08 Halaman 3 dari 6
mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyrakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

4. Tanggung jawab kepada Bangsa / negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara

5. Tanggung jawab terhadap Tuhan

Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkanuntuk mengisa kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab lngsung terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukum-hukum tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan juka dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawab, manusia perlu pengorbanan.

Kesimpulan
Manusia memang di ciptakan berbeda namun tetap sama. Itu berarti manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Seperti yang sudah di tulis setiap manusia mempunyai tanggung jawab nya masing-masing. itu berarti jika manusia tersebut tidak mempunyai rasa tanggung jawab maka dia hanya lah sebuah fisik sebagai manusia tetapi sebenarnya bukan. Dalam arti kata manusia yang selalu lari dari tanggung jawab

Sumber :  adhika-rmd.blogspot.com, elearning.gunadarma.ac.id